DEWARTA.COM – Peran alim ulama dalam perjuangan amar ma’ruf nahi mungkar khususnya dalam upaya memperjuangan kemerdekaan sudah dilakukan sejak lama.
Hal ini diutarakan Ustad Anwar Sadat (UAS) dalam kesempatan berbincang dengan para awak media, ia mengatakan bahwa penjajah Belanda dengan cara licik berusaha menyingkirkan pengaruh para alim ulama dalam urusan politik dan pemerintahan.
UAS bercerita, semasa masih aktif menjadi Dosen Fakultas Ushuluddin IAIN Sultan Thaha Shaifuddin Jambi, ia melanjutkan Studi S3 di Yogyakarta pada tahun 2006, ia sempat mengambil Disertasi soal upaya melemahkan peran alim ulama dalam dunia politik dengan pengaruh paham sekularisme.
“Jadi belanda itu berusaha membuat kita orang Indonesia menjadi sekluer. Dimana urusan agama dan pemerintahan terpisah,” kata UAS, Sabtu (12/9/20).
Untuk menjalankan siasat itu, Belanda yang takut dengan pengaruh alim ulama menjalankan siasat mengirimkan seorang utusan mata-mata Belanda Snouck Hurgronje sekolah ke Mekkah untuk mempelajari Islam.
Dengan tekunnya si orang Belanda ini mempelajari agama islam, Al Quran dan hadits. Lalu setelah ia tahu banyak soal agama Islam, si orang Belanda ini membuat buku yang isinya mengajarkan tentang paham pemisahan agama dengan urusan negara dan pemerintahan. Karya orang Belanda yang menyamar inilah yang kemudian digunakan untuk melemahkan peran alim ulama dalam area politik.
“Snouck ini bukan seorang muslim, sehingga demi lancarnya misi ini ia harus pura-pura bersyahadat terlebih dahulu. Sesaat setelah tinggal di Jeddah, ia pun bersyahadat di hadapan qadi (hakim) bernama Isma’il Agha, berikut dua orang saksi. Begitulah mata mata Belanda ini menjalankan misinya,” jelas UAS.
Seperti diketahui, dari catatan sejarah, pada masa penjajahan Belanda, Snouck Hurgronje dimintai nasihat terkait perlawanan rakyat Indonesia, yang terutama gencar muncul dari Aceh. Hurgronje memang sengaja dikirim ke Aceh untuk mempelajari gerakan politik rakyat di tanah yang dijuluki Serambi Mekkah itu.
Dari masa tinggalnya di Aceh mulai Juli 1891 sampai Februari 1892, Snouck menyusun laporan intelijen dengan satu poin penting: Perlawanan di Aceh tidak benar-benar dipimpin oleh Sultan, seperti yang selalu dipikirkan Belanda, namun oleh ulama-ulama Islam.
Snouck mengatakan tidak mungkin bernegosiasi dengan para ulama. Ideologi Islam yang menentang penjajahan telah tertanam kuat dalam pemikiran mereka. Maka yang dianjurkan Snouck kepada pemerintah Belanda bukan lah melobi ulama, melainkan langsung menggunakan cara-cara tak beradab. (sya)