DEWARTA.COM – Ketua DPC Partai Demokrat Tanjung Jabung Barat, Jamal Darmawan Sie, tempat terpisah Jamal Darmawan Sie meminta para kader tidak lekas berpuas diri dan tetap menjaga sikap rendah hati. Ini menyusul trend positif kenaikan elektabilitas Partai Demokrat saat ini.
“Tetap kita jaga agar para kader tetap rapatkan barisan untuk tetap menjaga agar elektabilitas semakin meningkat,” tegas Ketua DPC Partai Demokrat Tanjab Barat, yang juga sekaligus politisi senior DPRD Tanjab Barat, Jambi, Kamis (24/11/22).
“Selalu berbuat yang terbaik bagi masyarakat dan konsisten mensosialisasi AHY sebagai Pemimpin Perbaikan dan Perubahan karena akibat efek domino AHY lah sehingga Demokrat naik ke papan atas,” ujar Jamal, mengingatkan kadernya.
Pasalnya dilansir, dari survei yang dilakukan Litbang Kompas, elektabilitas Partai Demokrat menunjukkan tren meningkat pesat. Dari posisi partai papan menengah di Oktober 2021, meningkat ke partai papan atas pada Oktober 2022. Keterpilihan Demokrat kian mendekati elektabilitas Partai Gerindra.
Jika tren elektabilitas Partai Demokrat terus berlangsung seperti ini, bukan tidak mungkin susunan partai papan atas akan mengalami perombakan yang mengancam posisi Gerindra dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan. Pengelompokan partai-partai papan atas ini mengacu pada parpol yang memiliki elektabilitas berdasar hasil survei di atas 10 persen. Hal ini bukan tak mungkin terjadi karena tren angka kenaikan (slope) elektabilitas Demokrat lebih baik daripada Gerindra dan PDI-P.
Dilihat dari demografi pemilih hasil survei, partai berlambang segitiga “mercy” ini beroleh banyak dukungan dari kelompok pemilih di wilayah-wilayah yang secara tradisional memiliki unsur-unsur berbasis massa corak keislaman-Melayu, wilayah politik yang banyak dikuasai Golkar di luar Jawa, yaitu Sulawesi Selatan, dan basis massa kawasan Islam-Sunda di Jawa Barat.
Kenaikan konsisten suara Demokrat dari tiga survei terpantau terutama pada wilayah Riau, Jambi, Jawa Barat, Jawa Timur, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Selatan. Sementara sebaran suara responden yang sebelumnya sudah cukup loyal dan beralih menyatakan akan memilih Demokrat juga terlihat di NTB, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Jakarta, dan Banten.
Meskipun demikian, secara proporsi total mayoritas jumlah pemilih Demokrat tetap bertumpu di Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Tiga wilayah tersebut menjadi tiga besar provinsi dengan jumlah populasi pemilih dominan. Dalam tiga survei ini juga terpantau bahwa responden di DIY merupakan provinsi di Jawa yang relatif paling sedikit akan memilih Demokrat dalam Pemilu.
Aspek berikutnya yang menjadi momentum kenaikan elektabilitas Demokrat yang melejit terjadi dalam setahun terakhir, tak pelak beriringan dengan kemenangan penyelesaian dualitas kepengurusan DPP Partai Demokrat versi Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dengan DPP Partai Demokrat versi Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko.
Pada akhirnya, kemenangan DPP versi AHY ditandai dua hal, yaitu Keputusan Menkumham Yasonna H Laoly yang menolak mengesahkan kepengurusan Partai Demokrat versi KLB Deli Serdang (kubu Moeldoko) yang polemiknya berlangsung sejak Maret 2021. Kemudian hal itu diakhiri dengan Keputusan Mahkamah Agung pada 9 November 2021 yang menolak berbagai permohonan gugatan yang diajukan Demokrat kubu Moeldoko. Keputusan ini sekaligus menutup peluang hukum suksesi organisasi Partai Demokrat.
Survei Litbang Kompas mencatat, pertumbuhan elektabilitas Demokrat sepanjang tahun 2021 rata-rata hanya 5,4 persen seiring ketika polemik hukum terjadi. Namun, seiring selesainya kisruh kepengurusan Demokrat pada akhir tahun 2021, membuat elektabilitas Demokrat hasil survei akhir Januari 2022 terbukti melejit dua kali lipat menjadi 10,7 persen.
Merunut ke belakang, dalam pertarungan Pemilu 2014, Demokrat mengalami penurunan elektabilitas yang tajam, yaitu sebesar 10,19 persen. Jumlah itu sekitar separuh dari hasil perolehan suara di Pemilu 2009, di mana Demokrat meraup 20,85 persen suara hasil Pemilu DPR dan sekaligus menjadi masa keemasan Demokrat.
Seiring terbentuknya pemerintahan Presiden Joko Widodo periode I pada 2014, Demokrat mengambil jalur politik yang hati-hati dengan berada di luar koalisi kabinet pemerintahan meskipun tidak pula menegaskan diri sebagai oposisi diametral. Alih-alih berada di kedua kutub politik itu, Demokrat menyatakan partainya sebagai “partai penyeimbang”.
Tercatat, sejumlah kritik kerap disuarakan Partai Demokrat terhadap pemerintah sepanjang periode pemerintahan Jokowi I dan II, mulai dari kritik atas kinerja dan kegaduhan kabinet, kebijakan luar negeri, anggaran infrastruktur yang terlalu besar, kenaikan harga BBM yang memberatkan rakyat, hingga utang luar negeri pemerintah yang tinggi.
Dari hasil survei terlihat bahwa proporsi responden pemilih Demokrat yang mendukung Jokowi hanya sekitar separuh dari pendukung Prabowo (di Pemilu 2019). Dengan positioning yang konsisten mengambil jarak dan bersikap kritis kepada pemerintah, Partai Demokrat menempatkan dirinya menjadi tempat berlabuh bagi publik yang memiliki pandangan politik tidak sejalan dengan pemerintah.
Hal itu senada dengan tren penurunan kepuasan umum publik pada kinerja pemerintah yang terpantau terus menurun sejak survei Januari (73,9 persen), Juni (67,1 persen), dan Oktober (62,1 persen). Di sisi lain, elektabilitas Demokrat pada Januari sebesar 10,7 persen, Juni sebesar 11,6 persen, dan Oktober sebesar 14,0 persen.
Hal yang membuat elektabilitas Demokrat meningkat adalah karena kelompok masyarakat yang kecewa dengan kinerja pemerintahan Jokowi dan merupakan kelompok pemilih mengambang akhirnya menjatuhkan pilihan ke Demokrat. Hal ini terlihat dari hasil survei bulan Oktober di mana 19,4 persen responden yang dalam Pemilu 2019 menyatakan “belum memilih mengungkapkan akan memilih Demokrat dalam Pemilu 2024.
Kenaikan elektabilitas Demokrat juga terlihat karena ada limpahan sebagian pemilih partai lain di Pemilu 2019 yang “menyeberang” menjadi pemilih Demokrat. Hal ini terutama sangat terlihat pada hampir separuh pemilih Hanura dan sebagian pemilih PAN. Narasi oposisi makin menguatkan alternatif pilihan politik bagi pemilih yang tidak sejalan dengan pemerintah dan menjatuhkan pilihannya ke Demokrat. (*/sya)